BILA ANAK BERBAKAT SALAH DIAGNOSA

Oleh :

Dr. drg. Julia Maria van Tiel
Nasrullah Idris



         Pada dasarnya, gifted adalah anak dengan bakat amat besar. Namun bukan pengertian umum dalam Bahasa Indonesia, tetapi anak di mana anak dengan kemampuan otak untuk berkapasitas/bermemori sangat besar dalam waktu singkat, namun tidak singkron. Bagi para ilmuwan, mereka bisa merupakan sumber entri point dalam penelitian dan pengembangan. Gilirannya sedikit-banyak meringankan proses pencarian data untuk memperkuat legitimasi karya ilmiah.

         Hanya perlu diingat. Gifted itu bukanlah penyakit. Ia hanya sebuah kondisi. Biasanya mereka memiliki ingatan fotografis yang kuat yang bisa dituangkan dalam gambar yang bagus, tetapi munculnya sekehendak sendiri, yang juga akan membimbing perilaku mereka ke depannya.

         Tak pelak lagi, mereka adalah benih-benih bangsa yang sangat menjanjikan. Dengan perhatian yang tepat. Biarkan sajalah tubuh secara alami, tidak dipaksa, tidak distimulasi, tetapi diikuti perkembangannya, dan diawasi agar tidakannya tak berbahaya - maka potensi yang luar biasa itu bisa keluar. Sebaliknya, jika sejak awal mereka mendapat tekanan obat-obatan dan metoda pemaksaan seperti dalam terapi yang dilakukan pada anak yang mempunyai keterbelakangan mental, sulit membayangkan akan seperti apa jadinya.

         Harus diakui, perkembangan/peradaban sains matematika teknologi dari masa ke masa tidak terlepas dari pemikiran kaum brilyan. Mereka umumnya mencerminkan sosok keunikan yang khas. Bolehlah dikatakan, mereka bukan sembarang manusia. Mereka itu penghayatannya dalam, pemikirannya inovatif, penganalisannya detail, dan pengetahuannya tinggi.

         Objeknya pun terkadang sangat sepele. Artinya, mudah dirasakan, dialami, atau dideteksi oleh manusia. Hanya saja berobsesi besar untuk menelitinya secara kontiniu, tuntas, dan integratif, sehingga suatu saat mereka menemukan masalah yang bila diekspos, bisa menimbulkan kejutan bagi masyarakat, terutama yang seprofesi.

         Di antara mereka itu ternyata mempunyai kondisi gifted.

         Sayangnya, ilmu gifted macam ini belum dikenal di Indonesia. Perkumpulannya baru muncul tahun 1991.

         Padahal belum populernya suatu kondisi psikologis pada suatu bangsa mempunyai resiko bagi munculnya pengabaian prospek atau kesalahan diagnosis pada kalangan terkait dengan kondisi psikologis itu. Bisa dibayangkan, dari 220 juta penduduk Indonesia, berapa banyak anak gifted tidak terdeteksi, terutama oleh lingkungan terdekatnya.

         Sedangkan di di Belanda sudah menjadi pengetahuan umum, sebagaimana istilah "stres" di negeri ini. Malah sudah dipelajari di berbagai sekolah serta mempunyai kaitannya dengan anak balita seperti sekolah guru, dokter, psikolog, sampai pekerja sosial). Di sana anak gifted dikumpulkan oleh pemerintah. Terkadang diasramakan sampai dua minggu untuk diperkenalkan pada diri sendiri, supaya mereka tidak frustrasi karena sering tidak perdaya diri. Soalnya banyak orang gifted sering menyediri. Atau berusaha berprestasi agar diterima dalam lingkungan. Sebaliknya bila lingkungannya tidak mengerti jalan pikiran mereka, mereka menjadi frustrasi, di antaranya berlanjut dengan depresi, malah bunuh diri.

         Terhadap anak gifted, screeningnya di sana sudah dilakukan sejak masih balita, lalu mendapat perhatian khusus dan mendapat pendidikan khusus. Bila mereka sudah di atas tujuh tahun ada perkumpulannya, namanya Mensa di bawah suatu lembaga kelas internasional.

         Beberapa cendekiawan yang peduli akan masa depan anak gifted menyayangkan adanya kesalahkaprahan diagnose di Indonesia terhadap mereka. Artinya, mereka yang seharusnya dimasukkan ke dalam anak gifted, disimpulkan sebagai anak autis yang memang sudah lebih dulu populer. Mereka oleh dokter diobati dengan berbagai teori baru yang membuat kepala pusing, padahal sementara ngawur. Sementara Padahal UNESCO sudah membuat memorandum perlindungan anak terhadap kedokteran integrated. Demikian pula dengan asosiasi psikiatri internasional sudah menolak teori kedokteran itu.

         Gifted with learning disablities memang tidak populer di Indonesia. Yang dipelajari di Indoensia hanya gifted yang Learned.

         Kembali pada persoalan autis.

         Beda antara perilaku autis dan gifted memang tipis. Malah hampir mirip. Namun kesalahan diagnosis yang berlanjut pada terapi bisa berakibat sangat fatal.

         Anak autis adalah penderita minor brain damage (kelainan atau kerusakan otak yang sangat mikro). Muara perilaku dari dua kondisi otak seperti itu, kata Julia, memang nyaris sama. Keduanya sama sangat aktif. Sama tak acuhnya. Bisa sama-sama penakut juga ngeyel.

         Sebenarnya dokter dan orang tua yang begitu dekat dengan anak-anak seperti itu, bisa mengenali perbedaannya, jika mereka bisa mengkaji soal keduanya secara serius, terbuka dan jernih. Contohnya, sangat aktifnya anak gifted disertai kesadaran akan tempat di mana dia melakukan aktivitas itu. Berbeda dengan anak autis yang memang tidak tahu akan tempat yang diinjaknya.

         Anak autis memiliki ketakutan yang lebih permanen dibanding anak gifted. Jika mendapat sebuah tugas dari sekolah, anak gifted tidak mau mengerjakan tugas itu karena indera mata, telinga, dan perabanya terlalu tajam sehingga konsentrasinya mudah buyar oleh sesuatu yang tiba-tiba menarik hatinya. Lalu tingkat sangat aktifnya yang muncul. Sedang si anak autis tidak bisa diberi tugas karena kita tidak mampu menembus kontak dengannya.

         Hampir miripnya perilaku anak autis dan gifted membuat kesalahan diagnosis itu, sepintas, terlihat wajar. Namun kesalahan diagnosis yang membuat anak gifted diterapi autis akan sangat berbahaya. Selain bisa menghancurkan bakat besar yang biasanya dimiliki anak gifted.

         Apa jadinya bila ada di antara anak Indonesia yang sebenarnya berbakat mengalami predikat demikian, kemudian diharuskan menjalani pengobatan dengan menelan pel.

         Mungkin kita tidak akan mengenal rumus E=MCC bila orangtua Einstein membawanya seperti ke dokter spesialis saraf atau dokter spesialis anak di mana diagnosanya salah kaprah. Maklum, dalam hal tertentu ia menampakkan sosok seperti pada anak autis.

         Bila orangtua mempunyai anak dengan beberapa perilaku mengindikasikan gifted diharapkan untuk menangani mereka secara proporsional. Kesalahan penanganan bukan saja mengakibakan frustasi dan apatis, juga gangguan metabolisme tubuh. Entah berapa banyak orang berbakat mengalami gangguan fisik secara serius yang ternyata karena tidak merasakan penyaluran bakat pada dirinya. (Julia Maria van Tiel, Doktor bidang Medical Antropologist; Nasrullah Idris, bidang Studi : Reformasi Sains Matematika Teknologi)
Assalamualaikum Wr Wb

Salam Merah Putih

    Nasrullah Idris, peneliti sebuah studi yang saya namakan dengan Reformasi Sains Matematika Teknologi. Intinya, mengkaji sesuatu yang menurut pengamatan atau pengalaman saya, belum menjadi pemikiran kebanyakan orang. Sifatnya inspirasional, bukan operasional.

    Mohon saran, kritikan, atau koreksiannya. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Terima kasih.

Wassalamualaikum Wr Wb

Nasrullah Idris